Sejarah cetak mencetak . . .

Apa PIPMI
Berita Terbaru

Indeks Anggota
Formulir Registrasi 
Link Khusus

Artikel

resensi

tips



untuk sementara situs ini dikelola oleh Litbang Majalah Balairung

© Majalah BALAIRUNG 2000
webmaster

[11/15/00]

 

Rabu, 1 November 2000
Media Massa Tidak Mampu Menggali Realitas Dinamis di Masyarakat

Jakarta, Kompas
Kecenderungan merosotnya tiras media cetak umum akhir-akhir ini akibat pers makin kehilangan kemampuannya untuk menggali realitas dinamis dalam masyarakat. Selain itu, media cetak juga terlalu banyak menyajikan realitas elite yang justru semakin membingungkan pembaca. Ketidakmampuan menampilkan informasi yang diperlukan khalayak untuk menyusun agenda pembacanya itu menyebabkan mereka berangsur-angsur ditinggalkan.

"Kemerosotan tiras media cetak umum tidak ada urusannya dengan minat baca," kata Sekretaris Jenderal Serikat Penerbit Surat kabar (SPS) Amir Siregar dalam sarasehan anggota dan penerbit pers di Jakarta, Selasa (31/10). Dalam sarasehan tersebut memang terungkap keprihatinan mengenai tiras surat kabar yang tidak berubah, meski jenis media cetak yang ada bertambah banyak, dan ketidakkompakan para penerbit dalam menghadapi produsen kertas.

Hadir pula sebagai pembicara dalam sarasehan tersebut Ketua Umum SPS Jakob Oetama, Pemimpin Umum Harian Media Indonesia Surya Paloh, Pemimpin Grup Jawa Pos Dahlan Iskan, Ketua Harian SPS Leo Batubara, dan Direktur Pendidikan SPS Muhammad Ridlo Eisy. Dalam pers bebas-pers yang merefleksikan dinamika pembaca, kata Amir, identifikasi pers bersangkutan dengan pasar atau pembacanya merupakan hal yang sangat penting. Hal itu tidak berarti bahwa pers semata-mata memiliki orientasi pasar, karena hal yang paling sukar dalam pengelolaan surat kabar adalah bagaimana menggabungkan antara nilai-nilai ideal dan komersial. Pekerja pers senantiasa dituntut kemampuannya untuk menyajikan realitas dinamik masyarakat pembacanya.

"Independensi editorial merupakan hal yang penting. Bukan untuk gagah-gagahan, tetapi karena sesuai dengan etika bisnis. Keberimbangan, liputan dua belah pihak, dan independensi yang tinggi yang membuat surat kabar layak dikonsumsi," kata Amir. Jakob Oetama menekankan perlunya kalangan pers merefleksikan diri dan terus memperbaiki diri supaya produk yang dihasilkan dibaca dan dibeli oleh masyarakat. Bila kalangan pers hanya asyik dengan dirinya sendiri, lambat laun surat kabar tersebut akan ditinggalkan oleh konsumennya.

Dalam mengelola surat kabar, kata Jakob, bisnis dan idealisme harus dapat berjalan bersama-sama. Keberadaan pers di satu pihak harus didasarkan pada komitmen dan kepedulian pada nasib bangsa, namun di lain pihak juga harus berpihak pada realitas bahwa mereka harus menjual produknya. Pers mesti dikelola sebagai bisnis yang memiliki komitmen, nilai-nilai, dan kepedulian ke arah pembentukan masyarakat ekonomi baru.


Ubah orientasi

Amir mengungkapkan, dibandingkan masa sebelum reformasi jenis penerbitan di Tanah Air bertambah pesat. Namun, dari sudut sirkulasi tidak berubah dan tetap terkonsentrasi di Jakarta dan Pulau Jawa. Akhir-akhir ini bahkan ada kecenderungan tiras media massa umum turun secara tajam, sampai mencapai 50 persen dari tiras normal. Kenaikan tiras secara tajam banyak dialami oleh media cetak yang memiliki pasar yang tersegmentasi.

Sementara Leo Batubara mengemukakan, setelah dua tahun kebebasan pers bergulir semestinya produk pers menjadi lebih atraktif. Akan tetapi, kenyataannya tiras harian dan majalah justru turun. Malah dalam bulan-bulan terakhir tiras tabloid turun secara signifikan. Oleh karena itu, media cetak perlu merebut kepercayaan dari pembacanya, merubah orientasi pada kepentingan, kenyamanan, dan kebutuhan pasar, serta mengintegrasikan antara ruang redaksi dengan manajemen bisnis.

Dahlan Iskan menekankan perlunya pengembangan community journalism yang mensyaratkan perubahan sifat jurnalistiknya, bukan sekadar community newspaper. Saat ini telah muncul generasi yang tidak mau digurui, yang menganggap semua orang sama, sehingga surat kabar yang masih menempatkan diri sebagai pendidik yang suka mendikte orang akan ditinggalkan pembacanya.

Surya Paloh menekankan, pers perlu memberikan kontribusi untuk mendorong eksekutif, legislatif, dan yudikatif melakukan fungsi-fungsinya dengan baik. Namun, menurut dia, pers saat ini justru terjebak pada ketidakpedulian dan menjadi super individualistis. "Dalam keadaan seperti itu pers sulit mendudukkan dirinya sebagai pilar keempat dalam demokrasi," ujar Surya. (wis)