Apa PIPMI
Berita Terbaru
Indeks Anggota
Formulir Registrasi
Link Khusus
Artikel
resensi
tips
untuk sementara situs ini dikelola oleh
Litbang Majalah Balairung
© Majalah BALAIRUNG
2000
webmaster
[11/18/00]
|
Kompas, Senin, 14 Juli 1999
Demokrasi Indonesia di Mata Pers Dunia
DENGAN pakaian seadanya,
celana jins dan kaus warna hijau, tiba-tiba seorang wartawan Inggris mencegat
mantan Presiden Jimmy Carter yang baru saja mengadakan jumpa pers. la lalu
bertanya tentang isi keterangan persnya tentang jalannya pemilu di Indonesia
yang disebutnya sukses.
Kehadiran
wartawan mancanegara untuk meliput Pemilu Indonesia memang luar biasa. Di dalam
jumpa pers di sebuah hotel di Jakata hari Rabu, baik awak televisi maupun
wartawan media cetak dengan penuh konsentrasi menyimak ucapan Carter. Hadir di
antara mereka Mike Chinoy, watawan senior CNN, yang saat itu berpakaian rapih
dengan dasi merah, baju hijau, dan jas hitam. Wartawan yang terkenal karena
peliputan tragedi Tiennamen dan reformasi di Cina ini, tampak sibuk
mempersiapkan wawancara di antaranya dengan Carter.
CNN, temasuk jaringan televisi AS, yang menggarap pemilu kali ini secara
sungguh-sungguh. Berjam-jam liputan tentang pemilu dihabiskan khusus untuk
liputan bertema Indonesia, Road to Democrazy(Indonesia, Jalan Menuju
Demokrasi). Bahkan CNN mengerahkan tim khusus mulai dari koresponden Maria
Ressa sampai Mike Chinoy.
Lebih satu jam dihabiskan untuk wawancara dengan sejumlah tokoh Indonesia mulai
mantan menteri sampai pengamat. Tidak kurang dari Emil Salim, Marzuki Darusman,
Sarwono Kusumaatmadja, Kwik Kian Gie, Mari Elka Pangestu, Dewi Fortuna Anwar dan
Jusuf Wanandi, diminta pendapatnya tentang perkembangan terakhir maupun
prediksinya.
CNN memang menjual berita Pemilu Indonesia habis-habisan. Namun tidak hanya CNN,
jaringan pemberitaan internasional seperti kantor berita AFP Reuters. dan AP,
juga mengerahkan pasukannya untuk memantau pesta demokrasi pertama kali dalam 32
tahun terakhir.
Televisi Australia, ABC, sudah jauh hari meliput dengan komprehensif, termasuk
mengadakan wawancara dengan Megawati Soekarnoputri dan Amien Rais.
"SAYA lebih senang meliput di luar Jakarta karena lebih menunjukkan
masyarakat yang sebenarnya," komentar Tom, seorang koresponden untuk The
Sunday Times di London.
Ia bercerita bahwa untuk menyaksikan proses pemberian suara yang paling baik
adalah di pinggiran kota, bukan di kota besar. Maka pada hari pencoblosan
berangkatlah dia ke Bandung meski tadinya ingin melihat lebih dekat ke Surabaya
dan sekitarnya.
Sementara itu PS Suryanarayana dari The Hindu, India, juga bercerita
bahwa meliput pemilu di Indonesia kini memang tidak sulit. Katanya, "Wajah
India saya sudah dikenal baik di Indonesia sehingga mudah ke mana-mana."
Menurut dia, untuk meliput pemilu seperti di Indonesia ia bertemu berbagai
kalangan partai sehingga bisa menemukan sudut pemberitaan yang lengkap. Ia juga
mewawancarai masyarakat biasa untuk menggambarkan suasana dan opini masyarakat.
Kalau melihat cara kerja wartawan asing, terutama Barat, dalam meliput memang
terlihat total. Misalnya saja Tom ini. Setelah menyimak jumpa pers Carter ia
berbicara ke sana kemari sampai menunggui untuk bertemu dan bertanya langsung
dengan Carter.
Tidak cukup dengan itu, ia juga menghubungi tokoh lain yang ikut jumpa pers
dengan Carter, yakni Tokyo Sewale, yang pernah ditahan bersama Nelson Mandela.
Kemudian ia juga menemui tim Carter lainnya. Sebelum pulang ia sempat bertemu T
Kumar dari Amnesti Internasioal Wahsington.
"Sungguh mengagumkan kebebasan pers di Indonesia sekarang ini,"
komentar T Kumar. Indonesia memang sedang jadi fokus berita dunia, kalaulah
dipakai standar liputan CNN dan berbagai kantor berita asing yang aktif 24 jam
memantau pemilu.
Menurut Ghafur Fadyl dari Associated Press, kantor berita Amerika
Serikat, pihaknya juga mengerahkan sekitar 10 wartawan asing yang didatangkan
dari Singapura, Hanoi, Bangkok, dan Tokyo. Mereka sudah berada di Indonesia
sejak awal kampanye dan mungkin tinggal sampai 21 Juni. Para wartawan asing ini
disebarkan di berbagai tempat termasuk Aceh, Timor Timur, dan Surabaya. AP juga
mengerahkan awak televisinya yang didatangkan dari London, Hongkong, Tokyo, dan
Bangkok.
Yang unik dari tim wartawan AP dalam meliput kampanye dan pemilu ini, seperti
dituturkan Ghafur Fadyl, di antaranya dikerahkannya armada ojek untuk mengangkut
wartawan ke berbagai pelosok Jakarta saat kampanye untuk menembus kemacetan
jalan.
TEMA yang diajukan memang sebuah proses demokratisasi yang banyak dipuji
masyarakat internasional. Ternyata Indonesia dengan pemilih lebih daripada 100
juta dan massa kampanye yang melibatkan mungkin sampai satu juta orang bisa
berlangsung tertib. Inilah salah satu keajaiban demokrasi di Indonesia. Ini pula
mungkin yang bisa menjadikan Indonesia ladang bagi peliputan insan pers dunia.
Hal itu bisa kita lihat pula dari peliputan besar surat kabar mulai International
Herald Tribune, The New York Times, sampai The Times. Tema-tema
yang diajukan dalam situs berbagai kantor berita menunjukkan bahwa demokratisasi
Indonesia ini sudah merupakan sebuah bagian dari fenomena jagat.
Lihat saja misalnya situs BBC menulis laporan khusus termasuk dari wartawannya
yang dikirim ke Jakarta dengan judul Pemilu Indonesia. Di dalamnya ada
artikel berjudul Karnaval Demokrasi dan Politik dan Militer serta 11 artikel
lainnya yang dihiasi grafik cantik.
Pemilu Indonesia disebutkan pula sebagai pesta demokrasi yang bebas pertama kali
dalam 32 tahun terakhir. Atau disebut pula sebagai transisi dari periode
kediktatoran menuju periode demokrasi. Berbagai istilah hiperbola kadang-kadang
digunakan untuk melukiskan eforia rakyat Indonesia terhadap alam demokrasi.
Harapan masyarakat internasional yang terbukti dengan peliputan secara besar-besaran
ini, mestinya mendorong keseriusan para pelaku politik dan masyarakat Indonesia
bahwa memang alam demokrasi sudah menjadi bagian tak terpisahkan. Selain itu,
takkan mengecewakan masyarakat internasional yang ingin melihat Indonesia pulih
kembali dan demokratis. (sep)
|