Indeks Anggota
tips © Majalah BALAIRUNG
2000 [11/18/00] |
Kompas,
Selasa, 23 Juni 1998 Sosiolog Dr Arief Budiman berpendapat, dengan makin banyak
diucapkan dan digunakan tanpa pemahaman, kata "reformasi" kini sedang
mengalami "inflasi" hebat. Dalam orasi politiknya pada peringatan
"Perlawanan Bredel 1994" hari Minggu (21/6) malam, Arief Budiman
menyampaikan pandangan kritis pengucapan dan penggunaan kata reformasi sebelum
dan setelah Soeharto turun tahta, serta saran bersahabat kepada majalah Tempo
bila terbit kembali dalam waktu dekat. Mitos dan realitas Tempo realitas, menurut Arief, adalah Tempo pada masa
sebelum dibreidel 21 Juni 1994 yang tampil sebagai the leading weekly
magazine di Indonesia, baik finansial maupun secara jurnalistik, bahkan
pernah leader yang kuat sekali dalam pers. Tempo mitos merupakan Tempo
tertindas setelah breidel yang tampil sebagai pejuang demokrasi di barisan
depan, melawan pembreidelan dengan berbagai aksi, antara lain menggugat Menteri
Penerangan Harmoko. Bagi Arief, masa-masa mitos adalah masa yang paling indah
dari Tempo. Tempo realitas, bagi sebagian orang, sering terkesan
sombong. Pengalaman Arief, kalau dia menelepon bahwa ada demonstrasi, Tempo
sukar sekali memberitakannya. Setiap janji bertemu dengan Goenawan dan Fikri
pun, jawaban yang sering ia terima, kedua orang top di jajaran redaksi
itu sangat sibuk. Ia berharap semoga dengan pengalaman tertindas pada masa
mitosnya, Tempo bila kelak terbit bisa sensitif terhadap bahaya-bahaya
kekuasaan. Ia memperkirakan kekuatan yang akan muncul pada Orde Demokrasi nanti
adalah modal. "Dibutuhkan sekali pers yang punya komitmen terhadap
orang-orang tertindas dan orang-orang kecil yang ditindas modal. Saya harap
kawan-kawan di Tempo yang pernah ditindas akan sensitif pada orang-orang
tertindas pada Orde Demokrasi," katanya. Malam peringatan perlawanan breidel itu diisi pula dengan
penganugerahan Penghargaan ISAI 1998 kepada pers mahasiswa dan penerbitan
alternatif. Pemenang pertamanya, majalah Balairung terbitan Badan
Penerbit Pers Mahasiswa UGM Yogya. Pemenang kedua tabloid Bulaksumur
terbitan Badan Penerbit Pers Mahasiswa UGM. Pemenang ketiga majalah Indikator
terbitan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang. Penghargaan khusus karena usaha penerbit mengangkat
persoalan yang tak diperhatikan pers umum dianugerahkan kepada majalah Baca
terbitan LIPI, Jaringan LSM terbitan Yayasan Pendamping Perempuan Usaha
Kecil Jakarta, dan majalah Cendekia terbitan Lembaga Pers KIR SMU
Muhammadiyah 3 Yogyakarta. (sal) |