Indeks Anggota
tips © Majalah BALAIRUNG
2000 [11/18/00]
|
Kompas,
Rabu, 30 Juni 1999 Dibandingkan media massa umum, ternyata media
alternatif yang berbasis di kampus-kampus jauh lebih konsisten dan tetap setia
memperjuangkan idealisme pers pada umumnya. Baik semasa rezim pemerintahan Orde
Baru maupun sekarang, media alternatif ini masih tetap setia dengan sikap
kritisnya terhadap pemerintah. Tanpa henti mereka memperjuangkan keadilan dan
kebenaran, serta senantiasa peka terhadap kebutuhan masyarakat. Melihat kinerja para awak media alternatif ini,
Senin (28/6), Institut Studi Arus Informasi (ISAI) merasa terpanggil untuk
memberikan Penghargaan ISAI Award kepada sejumlah media alternatif yang dianggap
masih tetap konsisten dengan idealismenya. Penghargaan itu masing-masing
diberikan kepada majalah Balairung terbitan Badan Penerbit Pers Mahasiswa
UGM Yogyakarta sebagai juara I, majalah Himmah sebagai juara II, dan
tabloid Bulaksumur ditetapkan menjadi juara III. Untuk para pemenang
masing-masing mendapat hadiah berupa uang Rp 3 juta (I), Rp 2,5 juta (II), dan
Rp 2 juta (III). Menurut Direktur Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS)
Jakarta, Atmakusumah, membaca sajian berita maupun analisis media alternatif ini
ternyata tak kalah mengasyikkan dibanding media massa umum. Majalah Himmah
misalnya, telah habis-habisan mencoba mengungkapkan permasalahan petani dan
buruh di wilayah Aceh dan Irian, lengkap dengan wawancara para narasumber yang
terlibat di dalamnya. "Begitu pula majalah Sigma terbitan
mahasiswa teknik Universitas Katolik Atmajaya Yogyakarta, kita bisa mengetahui
hal-hal berkaitan dengan pengetahuan baru dan pandangan-pandangan orisinal. Hal
sama juga ditemukan pada majalah Balairung terbitan mahasiswa UGM dan
majalah Dimek terbitan mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas
Muhammadiyah, Malang," jelasnya pada hajatan Penghargaan ISAI 1999. Kalaupun ada kekurangan dalam penyajian media
alternatif ini, jelas Atmakusumah, pers kampus dianggap masih kurang teliti
menggarap tata letak perwajahan dan berita serta tak jarang lupa mencantumkan
jadwal terbitnya. Hal lain adalah terlalu menitikberatkan pada aspek opini dan
retorika dibandingkan penyajian fakta. Meski paparan peristiwa sudah
ditampilkan, namun perspektif penulisannya masih kurang berimbang karena kurang
memperhatikan prinsip cover both sides. Pada kesempatan yang sama juga diresmikan
peluncuran Kantor Berita Radio 68H yang memproduksi berita dan kemudian
menyebarluaskannya untuk radio-radio lain ke seluruh Tanah Air. Didirikan atas
kerja sama dengan ISAI, The Asia Foundation, dan Media Development Loan Fund,
Radio 68H tetap menganut asas jurnalisme independen dan tidak memihak pada
golongan politik tertentu maupun kepentingan pemilik modal. Hadir pada peresmian Radio 68H ini antara lain
Menpen Muhammad Yunus, Pemred Tempo Goenawam Mohammad, tokoh pers Fikri
Jufri, Aristides Katoppo, tokoh PWI Reformasi Budiman S Hartoyo, dan Soebagio
Anam dari PDI Perjuangan. (ryi) |